Latar Belakang Pendidikan Pondok Pesantren
Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1]Secara
sederhana pendidikan Islam dapat diartikan pendidikan yang didasarkan pada
nilai – nilai ajaran Islam sebagaimana yang tercantum dalam al Qur’an dan al
hadist. [2]
Pengalaman ilmu pengetahuan atas dasar tanggung
jawab kepada Tuhan dan masyarakat manusia merupakan karakteristik pendidikan
Islamberikutnya. Disini suatu pengetahuan bukan hanya untuk diketahui dan
dikembangkan, melainkan sekaligus dipraktekkan dalam kehidupan nyata.[3]
Bahasa arab adalah sebagai alat untuk memahami
dan medalami ajaran Islam terutama yang teruraikan dalam al Qur’an, al Hadist
dan kitab – kitab Islam klasik. Alat memang harus dilengkapi dulu sebelum
mencapai sasaran dalam upaya pencapaian tujuan. Jika ilmu alat yang meliputi
berbagai cabang itu telah dikuasai santri maka harapan kiai terhadap penguasaan
santri terhadap berbagai bidang ilmu lainnya akan segera menjadi kenyataan.
Nahmu yang merupakan salah satu dari dua belas
cabang ilmu Lugat al ’Arabiyyah, menduduki posisi terpenting oleh karena
itu nahmu lebih layak untuk dipelajari mendahului penguasaan kosa kata atau ilmu
– ilmu lugat yang lain. Sebab ahmu merupakan instrument yang sangat vital
dalam memahami kalam Allah, kalam Rasul serta menjaga dari kesalaan
berucap. [4]
Keahlian seseorang dalam gramatika bahasa Arab
ini telah merubah status social keagamaanya, padahal bentuk kongkrit keahlian
itu biasanya sangat sederhana sekali yaitu kemampuan mengaji atau mengajarkan kitab – kitab nahwu sarf
tertentu, seperti matn Ajurumyyah, imriti, alfiyah ibn Malik atau
tingkat lebih tingginya lagi dari karya ubn ‘Aqil.
Penggalian khazanah budaya Islam melalui kitab
– kitab klasik salah satu unsur yang terpenting dari keberadaan sebuah
pesantren dan yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya. Pesantren
sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional tidak dapat diragukan lagi
berperan sebagai pusat transmisi dan desiminasi ilmu – ilmu keislaman, terutama
yang bersifat kajian – kajian klasik. Maka pengkajian kitab kuning telah
menjadi karakteristik yang merupakan cirri khas proses belajar mengajar
dipesantren. [5]
Pada umumnya seseorang
yang telah mempelajari nahwu dengan materi yang sama, meskipun dengan kitab
yang berbeda – beda seharusnya mereka mampu menguasai dengan baik dan
menerapkan nya dengan cara membaca kitab – kitab turas. Namun kenyataannya masih
ditemukan sebagian dari mereka yang kurang menguasai kitab – kitab turas
tersebut dengan baik. Hal ini terbukti ketika mereka dihadapkan dengan kitab –
kitab turas, masih terjadi kesalahan dalam membaca. Berangkat dari masalah
tersebut, penulis ingin mengetahui upaya yang dilakukan untuk mempermudah
santri mampu memahami kitab kuning dan setelah mampu menguasai kitab Syarah
Matan al Jurumiyah bisa mempermudah mengimplementasikannya dengan
mengajarkan kepada santri yang masih tahap awal
dengan belajar ilmu nahwu dan dengan Ilmu Nahwu tersebut diatas mampu
membantu para santri dalam memahami kitab kuning.
[1]
Husaini Ustman, Manajeme, Teori, Praktik dan Riset Pendidikan (Jakarta:
Bumi Aksara, 2006), 7
[2]
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pedidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2003), 161.
[3]
Kusmana, Paradigma Baru Pendidikan (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2008), 67.
[4]
Nurcholis Madjid,Modernisasi Pesantren , (Jakarta: Ciputat Press, 2002),
67
[5][5]
Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Jogjakarta: Pustaka
Pelajar, 2003),9
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Coment ya sooob...!