Pengertian Istihsan Dan Dalil Kehujjahannya
PENGERTIAN ISTIHSAN MENURUT BAHASA DAN ISTILAH
Pengertian istihsan menurut bahasa adalah menganggap dan meyakini baik
suatu perkara.
Makna pengertian istihsan menurut istilah adalah mengamalkan dalil yang
paling kuat dari dua dalil, atau mengambil kemaslahatan juz’iyah untuk
menandingi dalil yang bersifat umum .
Ulama’ berbeda pendapat tentang kehujjahan istihsan sebagai berikut :
1.
Ulama’
Hanafiyah, Hanabillah, dan Malikiyah mengatakan : istihsan adalah hujjah
syar’iyah.
DALIL-DALIL ORANG YANG MENGINGKARI ISTIHSAN
1.
Bahwasanya
hanya diperbolehkan menghukumi dengan nash atau yang diqiyaskan dengan nash,
dan tidak boleh dengan selain keduanya, karena akan menciptakan syari’at dengan
hawa nafsu dan itu merupakan perbuatan batil.
2.
Nabi tidak
memberi fatwa dengan istihsan tetapi menunggu sampai turunnya wahyu, dan
andaikan nabi memakai istihsan nabi tidak mungkin salah, sebab apa yang
diucapkan nabi tidak mungkin keluar dari hawa nafsu.
3. Istihsan pondasinya adalah aqal yang mana orang ’alim dan orang bodoh
sama kedudukannya, dan andaikan istihsan diperbolehkan maka berarti setiap
orang boleh menciptakan syari’at yang baru untuk dirinya sendiri.
DALIL-DALIL ULAMA’ YANG MENETAPKAN ISTIHSAN
1. Mengambil istihsan berarti meninggalkan perkara yang sulit menuju
perkara yang mudah, dan ini merupakan pokok agama islam. Allah berfirman :
يريدالله بكم اليسر ولايريدبكم العسر
Artinya : “Allah menghendaki kamu
kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran padamu .”
Allah juga berfirman :
واتبعوا أحسن ماأنزل إليكم
Artinya : “Ikutilah yang paling bagus dari
yang di turunkan padamu.”
Diriwayatkan dari ibnu mas’ud :
ما رأه المسلمون حسنا فهو عندالله حسن
Artinya :
“Bahwa apa yang di pandang baik oleh orang orang muslim adalah baik
disisi Allah”.
2.
Ketetapan
istihsan adalah dengan dalil-dalil yang telah disepakati ulama’ bahwa dalil
tersebut adalah hujjah, karena istihsan :
a.
Adakalanya
ditetapkan dengan astar, seperti aqad salam/pesan, sewa-menyewa, dan tidak
batalnya puasa karena makan dalam keadaan lupa.
b.
Adakalanya
dengan ijma’, seperti bolehnya aqad istisna’ (pesan membuat sesuatu)
c.
Adakalanya
dengan dhorurat, seperti sucinya kolam dan sumur setelah terkena najis dengan
menumpahkan air
d.
Adakalanya
dengan qiyas khofi, seperti sucinya air sisa minuman binatang buas .
e.
Adakalanya
dengan ’urf, seperti ongkos masuk kamar mandi umum .
f.
Adakalanya
dengan maslahah, seperti ganti rugi atas diri seorang pemakai.
MEMBANDINGKAN DAN MENGKAJI ANTARA DUA DALIL DIATAS
Setelah membandingkan dan mengkaji dalil-dalil ulama’ yang mengingkari
dan yang menetapkan istihsan, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada
titik temu yang melandasi adanya perbedaan, karena yang diingkari Imam Syafi’i
adalah istihsan yang dibangun hanya berdasarkan aqal, pendapat dan kesenangan
tanpa berlandaskan dalil syar’i. Dan istihsan seperti ini bukanlah yang
dikehendaki oleh Imam Khanafi dan para pengikutnya. Perselisihan antara ulama’
yang mengingkari dan yang menetapkan hanyalah perselisihan dalam segi lafadznya
saja, yaitu :
1.
Jika yang
dikehendaki dengan istihsan adalah ucapan yang dianggap bagus dan disenangi
oleh manusia tanpa ada dalil, maka istihsan ini adalah batil dan tidak ada satu
orangpun yg menerima.
2. Bila yang dikehendaki dari istihsan adalah pindah dari satu dalil
kedalil yang lebih kuat maka tidak akan ada orang yang akan mengingkarinya
bahkan semua akan setuju dan menerimanya.
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Coment ya sooob...!