Hadits Kewajiban Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Hadits ini menjelaskan tentang kewajiban amar
ma’ruf nahi munkar. Menyuruh kepada yang ma’ruf atau benar, dan mencegah
dari pekara yang munkar atau salah, adalah sebesar-besra syi’ar islam. Ia
merupakan asas islam yang penting dan tugas utama kaum muslimin. Dengan
memelihara asas ini, akan luruslah segala perkara dan baiklah segala hajat.
Mengabaikannya, berarti merintangi segala hak dan melanggar segala batasan.
Akhirnya lenyaplah segala yang hak dan benar dan lahirlah yang batil dan salah.[1]
Secara harfiah amar ma’ruf nahi munkar (al-amru
bi ’lma’ruf wa ‘n-nahyu ‘an ‘l-munkar) berarti menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar. Ma’ruf secara etimologi berarti yang dikenal,
sebaliknya munkar adalah apa yang tidak dikenal. Menurut Muhammad Abduh, ma’ruf
adalah apa yang dikenal (baik) oleh akal sehat dan hati nurani (ma ‘arafathu
al-‘uqul wa ath-thaba’ as-salimah), sedangkan mungkar adalah apa yang ditolak
oleh akal sehat dan hati nurani (ma ankarathu al-‘uqul wa ath-thoba’
as-salimah).
Berbeda dengan Abduh, muhammad “Ali as-Shabuni
mendefinisikan ma’ruf dengan “apa yang diperintahkan syara’(agama) dan dinilai
baik oleh akal sehat” (ma amara bihi asy-syara’ wa ’stahsanahu al-‘aqlu
as-salim), sedangkan munkar adalah “apa yang dilarang syara’ dan dinilai buruk
oleh akal sehat” (ma naha ‘anhu asy-syara’ wa’staqbahahu al-‘aqlu as-salim).
Dari kedua definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa, yang menjadi tolak ukur ma’ruf atau munkarnya sesuatu itu ada dua, yaitu
agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau salah
satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama adalah ma’ruf, sedangkan semua
yang dilarang agama adalah munkar. Hal-hal yang tidak ditentukan oleh agama
ma’ruf dan munkarnya ditentukan oleh akal sehat atau hati nurani.[2]