Artikel Education, General And Islamic

Pembagian Akad Dalam Fiqh Muamalah dan Contohnya

Artikel terkait : Pembagian Akad Dalam Fiqh Muamalah dan Contohnya

Akad Dalam Fiqh Muamalah - Pada kesempatan ini saya akan mengulas tentang pembagian akad dalam fiqih muamalah, karena dalam kehidupan sehari-hari kita pasti tidak terlepas dengan akad. Hukum akad memiliki beberapa sudut pandang baik dari sifat, hukum, watak dan bagaimana berakhirnya suatu akad.

Image From www.maxmanroe.com

Pembagian Macam-Macam Akad
Akad dibagi sesuai dengan segi tinjauan pembagiannya  menjadi tiga macam  yaitu ditinjau dari sifat dan hukumnya, dari segi wataknya atau hubungan tujuan dengan sigatnya, dan dari segi akibat-akibat hukumnya. 

Akad dari segi sifat dan hukumnya
Dari segi sifat dan hukumnya akad dibagi menjadi dua macam, yaitu akad yang sah dan akad yang tidak sah. 

Suatu akad dinamakan akad sah apabila terjadi pada orang-orang yang berkecakapan, obyeknya dapat menerima hukum akad dan pada akad itu tidak terdapat hal-hal yang menjadikannya dilarang syara’. Dengan kata lain akad sah adalah akad yang dibenarkan syara’ ditinjau dari rukun-rukunnya maupun pelaksanaannya.

Akad sah dibagi menjadi dua yaitu akad yang dapat dilaksanakan tanpa bergantung pada hal-hal lain nafiz, dan akad yang bergantung pada hal-hal lain. Akad yang dapat dilaksanakan tanpa bergantung kepada hal-hal lain mauquf . Akad mauquf dapat dibagi dua yaitu yang mengikat secara pasti, tidak boleh difasakh, dan yang tidak mengikat secara pasti, dapat difasakh oleh dua pihak atau oleh satu pihak.

Akad yang tidak sah dapat dibagi dua, yaitu akad yang rusak dan akad yang batal. Suatu akad disebut akad rusak apabila dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi syarat kecakapan terhadap obyek yang dapat menerima hukum akad, tetapi padanya terdapat hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syara’. Sedangkan akad batal apabila terjadi pada orang-orang yang tidak memenuhi syarat-syarat kecakapan atau obyeknya tidak dapat menerima hukum akad.[1]   

Akad dari segi wataknya 
Akad ditinjau dari segi wataknya atau dari hubungan hukum dan sigatnya di bagi menjadi lima, yaitu; 
  1. Akad munjaz adalah akad yang mempunyai akibat hukum seketika setelah terjadi ijab dan qabul.
  2. Akad bersandar pada waktu mendatang yaitu apabila suatu akad tidak dilaksanakan seketika, ada dua kemungkinan; bersandar pada waktu mendatang atau bergantung atas adanya syarat.
  3. Akad bersyarat adalah suatu akad yang digantungkan atas adanya syarat tertentu.
  4. Akad fauri adalah akad yang dapat segera dapat dilaksanakan setelah terjadinya, dalam arti bahwa tujuan akad tercapai setelah terjadi ijab dan qabul, seperti jual beli barang secara tunai, akad nikah dan sebagainya.
  5. Akad adalah akad yang pelaksanaannya memerlukan waktu panjang setelah terjadinya, dalam arti bahwa tujuan akad baru tercapai setelah melalui waktu tertentu, seperti akad sewa menyewa.[2]

Akad ditinjau dari akibat hukumnya   
Akibat hukum akad tergantung pada tujuan seseorang melakukan akad tersebut, yaitu:
  1. Pemberian hak milik dengan imbalan disebut akad tukar menukar mu’awadah, yang tanpa imbalan disebut akad kebajikan tabarru’. 
  2. Akad berbentuk melepaskan hak tanpa atau dengan ganti di sebut akad pelepasan hak isqat.
  3. Jika akad bertujuan melepaskan kekuasaan untuk melakukan suatu   perbuatan kepada orang lain, seperti memberikan kuasa kepada seseorang atas namanya, maka akad ini disebut akad pelepasan itlaq.
  4. Jika akad bertujuan yang sebaliknya, yakni mengikat dari wewenang berbuat yang semula dimilikinya, disebut akad pengikatan takyid.
  5. Jika akad bertujuan bekerja sama untuk memperoleh suatu  hasil/keuntungan disebut akad persekutuan syirkah.
  6. Jika akad bertujuan untuk memperkuat akad yang lain, seperti akad gadai untuk memperkuat utang piutang, disebut akad pertanggungan daman.[3]     

Berakhirnya Akad
Berakhirnya akad karena dua hal, yang pertama akad berakhir apabila telah tercapai tujuannya, misalnya dalam jual beli akad berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Kedua akad berakhir apabila terjadi fasakh atau berakhir waktunya. 

Fasakh terjadi karena sebab-sebab sebagai berikut:
  1. Difasakh karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak; misalnya jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan. 
  2. Karena adanya khiyar; baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau majlis.
  3. Karena salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan, fasakh cara ini disebut iqalah.
  4. Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak pihak bersangkutan.
  5. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa menyewa berjangka waktu tertentu.[4]   

Fote Note
  1. Ahmad Azhar Basyir,  Asas-asas Hukum Muamalat, hlm. 76.
  2. Ibid., hlm. 80.
  3. Ibid., hlm. 81.
  4. Ibid., 85.

Demikian ulasan artikel tentang Pembagian Akad dan Contohnya Dalam Fiqh Muamalah semoga bermanfaat, jangan lupa komen, like and share. Terimakasih atas kunjungannya sampai jumpa pada artikel-artikel selanjutnya.

Artikel Arwave Blog Lainnya :

2 komentar:

  1. Sangat bermanfaat sekali...
    sekarang ini jual beli lebih enak secara online

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banget sob. banyak sekali manfaatnya dari opsinya yang banyak, harga terjangkau, gak perlu repot kemana-mana. Tapi harus sangat teliti ya sob, biar gak menyesal kemudian hari. detail produk yang ingin dibeli difahami dengan baik, karena banyak penipuan juga dari transaksi online ini.

      Hapus

Jangan lupa Coment ya sooob...!

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz