Mengenal Lebih Dekat: Macam-Macam Hukum dalam Islam dan Contohnya dalam Kehidupan Sehari-hari
Amar ma’ruf nahi munkar
adalah dua perkara yang diwajibkan. Imam Nawawi mengemukakan pendapatnya
mengenai hukum wajib keduanya.
a. Fardhu
Kifayah
Apabila
sebagian manusia telah melaksanakannya, maka gugurlah dosa untuk orang lain
yang tidak melakukannya. Akan tetapi apabila keseluruhan manusia tidak
melakukannya maka berdosalah semua orang yang berkemampuan melakukannya tanpa
udzur atau rasa takut.
b. Fardhu
‘Ain
Apabila
ada kemungkinan yang terjadi disuatu tempat yang hanya diketahui oleh dia
sendiri. Atau tidak ada yang mampu menghilangkan kemunkaran itu selain dia
sendiri.[1]
Lebih lanjut, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu dari macam-macam hukum dalam Islam. Ada beberapa jenis hukum dalam Islam, di antaranya hukum wajib, sunnah, makruh, haram, dan mubah. Hukum wajib adalah hukum yang harus dilakukan, sedangkan hukum sunnah adalah hukum yang disarankan untuk dilakukan. Hukum makruh adalah hukum yang sebaiknya dihindari, sementara hukum haram adalah hukum yang dilarang dilakukan. Hukum mubah adalah hukum yang tidak dilarang atau disarankan dilakukan.
Contoh lain dari hukum wajib dalam Islam adalah shalat lima waktu, zakat, puasa Ramadan, dan haji. Sedangkan contoh hukum sunnah adalah membaca wirid, shalat tahajud, dan membaca Al-Quran setiap hari. Contoh hukum makruh adalah makan dengan tangan kiri, sementara contoh hukum haram adalah meminum minuman keras dan berzina. Hukum mubah misalnya makan makanan yang tidak haram atau makruh.
Dalam agama Islam, mematuhi hukum-hukum tersebut adalah suatu kewajiban. Seorang muslim harus mengenal dan memahami hukum-hukum tersebut agar bisa mengamalkannya dengan benar. Dalam hal amar ma’ruf nahi munkar, seorang muslim wajib untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran, tanpa memandang apapun alasan yang menghalanginya untuk melaksanakan tugas tersebut.
Dengan mengetahui macam-macam hukum dalam Islam dan contohnya, diharapkan dapat membantu umat muslim untuk memahami lebih dalam ajaran agama yang dianutnya serta menerapkannya dengan baik dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai muslim, kita harus selalu berusaha untuk mematuhi ajaran agama dengan baik dan mengamalkannya dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar.[2]
C. Keutamaan
Amar ma’ruf nahi munkar juga memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat. Dengan menegakkan kebenaran dan keadilan, serta melarang yang mungkar dan merusak, masyarakat akan hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan. Kewajiban ini juga dapat memperbaiki moral dan akhlak masyarakat, sehingga tercipta masyarakat yang berperilaku baik dan tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Namun, dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, seseorang harus menggunakan pendekatan yang bijaksana dan tidak merugikan orang lain. Sebab, tujuan utama dari amar ma’ruf nahi munkar adalah untuk memperbaiki keadaan dan menghindarkan orang dari keburukan, bukan untuk menciptakan konflik atau memperkeruh situasi.
Selain itu, amar ma’ruf nahi munkar juga harus dilakukan dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan hati, bukan dengan kekerasan atau paksaan. Seperti yang dijelaskan dalam Surat Luqman ayat 15: "Dan jika orang tua kamu memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu menuruti mereka. Kembalilah kepada-Ku, nanti Aku beritakan kepadamu apa yang telah mereka kerjakan."
Dalam konteks sosial yang semakin kompleks seperti saat ini, amar ma’ruf nahi munkar juga dapat dilakukan melalui media sosial dan internet. Dengan membagikan informasi dan memberikan nasihat yang baik dan benar, seseorang dapat membantu masyarakat untuk menghindari hal-hal yang buruk dan merugikan. Namun, tentunya hal ini juga harus dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana, sehingga tidak menimbulkan konflik atau kerugian bagi orang lain.
Dengan demikian, amar ma’ruf nahi munkar adalah kewajiban yang sangat penting bagi seorang muslim. Selain memperbaiki diri sendiri, melaksanakan kewajiban ini juga akan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat dan umat Islam secara keseluruhan. Namun, perlu diingat bahwa kewajiban ini harus dilakukan dengan bijaksana, penuh kasih sayang, dan keikhlasan hati, serta tidak merugikan orang lain.[3]
[1] Abdul Qodir
bin Abdul Azis, Al-‘Umdah fii I’dadil
‘Uddah diterjimahkan oleh Abdullah Berpegang Teguh Pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah (Sukoharjo: Darul Ilmi,
2005), hal 115
[2] Wawan Djunaidi
Soffandi, Terjemah Syarah Shahiih Muslim (Jakarta: Mustaqim, 1994), hal
518
[3] Abdul Qodir
bin Abdul Azis, Al-‘Umdah fii I’dadil
‘Uddah diterjimahkan oleh Abdullah Berpegang Teguh Pada Al-Qur’an dan
As-Sunnah (Sukoharjo: Darul Ilmi,
2005), hal 120