Artikel Education, General And Islamic

Klasifikasi Qiyas

Artikel terkait : Klasifikasi Qiyas


Para ulama’ ushul fiqh mengemukakan bahwa qiyas dibagi dari beberapa segi,[1] yaitu
1.    Dari segi kekuatan ‘illat yang terdapat pada furu’ dibandingkan dengan yang terdapat pada ashl, qiyas dibagi menjadi 3 macam,[2] yaitu
a.    Qiyas Al-Aulawi, yaitu qiyas yang hukumnya pada furu’ lebih kuat dari pada hukum yang ada pada ashl, karena ‘illat yang terdapat pada furu’ lebih kuat dari pada ashl. Misalnya, mengqiyaskan memukul kepada ucapan “ah”, dalam Q.S. al isro’ : 23
لاتقل لهما اف
... jangan kamu katakan kepada skeduanya (orang tua) dengan kata-kata “ah”.
Para ulama ushul fiqh mengatakan bahwa ‘illat larangan ini adalah menyakiti orang tua. Keharaman memukul orang tua lebih kuat daripada hanyasekedar mengatakan “ah”, karena sifat menyakiti melaui pukulan lebih kuat dari pada ucapan “ah”.
b.    Qiyas al-Musawi, yaitu hukum pada furu’ sama kualitasnya dengan hukum yang ada pada ashl. Misalnya, allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa’ : 2
وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ....
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu...”
Ayat ini melarang memakan harta anak yatim dengan’illat dapat melenyapkan harta tersebut. Sementara itu, ‘illat hukum haram membakar harta anak yatim yangmerupakan cabang , sama bobotnya dengan ‘illat memekan harta tersebut karena sama-sama melenyapkan harta anak yatim.[3]
c.    Qiyas Al-Adna, yaitu qiyas yang ‘illat pada furu’ lebih lemah dibandingkan dengan ‘illat yang ada pada ashl. Misalnya firman allah Q.S. al maidah : 90 tentang larangan meminum khomr dengan illat memabukkan. Dengan menggunakan qiyas al adna, ditetapkan bahwa illat memabukkan yang ada pada minuman keras bir lebih rendah dari sifat memabukkan yang ada pada minuman keras khomr, meskipun pada ashl dan cabang sama-sama terdapat sifat memebukkan.[4]
2.    Dari segi kejelasan ‘illat yang terdapat pada hukum, qiyas dibagi menjadi dua macam, yaitu
a.    Qiyas Al-Jaliy, yaitu qiyas yang ‘illatnya ditetapkan oleh nash bersamaan dengan hukum ashl; atau nash tidak menetapkan ‘illatnya, tetapi dipastikan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan antara ashl denagn furu’. Qiyas jaliy ini mencakup Qiyas Al Aulawi dan Qiyas Al Musawi.
b.    Qiyas Al-Khofiy, yaitu qiyas yang ‘illatnya tidak disebutkan dalam nash. Qiyas Al Khofiy ini mencakup Qiyas Al-Adna.
3.    Dari segi keserasian ‘illat dengan hukum, qiyas terbagi menjadi dua benntuk, yaitu:
a.    Qiyas Al-Mu’attsir, yaitu qiyas yang menjadi penghubung antara ashl dengan furu’ ditetapkan melalui nash shorih atau ijma’; atu qiyas yang ‘ain sifat (sifat itu sendiri) yang menghubungkan ashl dengan furu’berpengaruh pada hukum itu sendiri.
b.         Qiyas Al-Mula’im, yaitu qiyas yang ‘illat hukum ashlnya mempunyai hubungan yang serasi.
4.    Dari segi dijelaskan atau tidak nya ‘illat yang ada pada qiyas tersebut, qiyas terbagi menjadi tiga bentuk, yaitu:
a.    Qiyas Al-Ma’na, yaitu qiyas yang didalamnya tidak dijelaskan ‘illatnya, tetapi antara ashl dengan furu’ tidak dapat dibedakan, sehingga furu’ seakan-akan ashl.
b.    Qiyas Al-‘Illat, yaitu qiyas yang dijelaskan ‘illatnya dan ‘illat itu merupakan motivasi bagi hukum ashl.
c.    Qiyas Al-Dalalah, yaitu qiyas yang ‘illatnya bukan pendorong bagi penetapa hukum itu sendiri, tetapi ‘illat itu merupakan keharusan yang memberi petunjuk adanya ‘illat.[5]
5.    Dari segi metode (masalik) dalam menemukan ‘illat, qiyas dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
a.    Qiyas Al-Ikhalah, yaitu yang illatnya ditetapkan melalui munasabah dan ikhalah
b.    Qiyas Al-Syabah, yaitu yang ‘illatnya ditetapkan melalui metode syabah.
c.    Qiyas Al-Sibru, yaitu yang ‘illatnya ditetapkan melalui metode al sibru wa al-taqsim.
d.   Qiyas Al-Thard, yaitu yang ‘illatnya ditetapkan melalui metode thard. Contoh-contoh dari qiyas ini telah di kemukakan diatas.[6]



[1] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, 95.
[2] Ibid., 95-96.
[3] Firdaus, Ushul Fiqh, 70.
[4] Firdaus, Ushul Fiqh, 70.
[5] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, 98.
[6] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, 98.

Artikel Arwave Blog Lainnya :

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz