Artikel Education, General And Islamic

Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli

Artikel terkait : Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli (buyu’) - Kata  (الْبُيُوْعُ) adalah  jamak dari kata (الْبَيْعُ), artinya secara bahasa adalah menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.[1]

 Hukum Jual Beli
Image From www.anneahira.com
Berdasarkan pengertian diatas secara etimologis ba’i berarti tukar menukar (barter) secara mutlak. Syaikh Muhammad Ash-Shalih al-‘Utsaimin berpendapat bahwa devinisi ba’i secara etimologis adalah mengambil sesuatu dan memberi sesuatu meskipun dalam bentuk ‘ariyah (sewa) dan wadi’ah (penitipan).[2]

Definisi jual beli (buyu’) secara terminologis fuqaha’ berbeda pendapat mengenai definisi ba’i secara terminologis. Definisi yang dipilih adalah tukar menukar (barter) harta dengan harta, atau manfaat (jasa) yang mubah meskipun dalam tanggungan.[3]
Penjelasan definisi di atas adalah sebagai berikut:

Tukar menukar (barter) harta dengan harta.

Harta mencakup semua bentuk benda yang boleh di manfaatkan meskipun tanpa hajat (ada kebutuhan), seperti emas, perak, jagung, gandum, kurma, garam, kendaraan dan lain sebagainya.[4]

Atau manfaat (jasa) yang mubah.

Tukar menukar (barter) harta dengan manfaat (jasa) yang diperbolehkan. Syarat mubah dimasukkan dalam proteksi terhadap manfaat (jasa) yang tidak halal.[5]

Meskipun dalam tanggungan.

Kata meskipun (lau) di sini tidak berfungsi sebagai indikasi adanya perbedaan, tetapi menunjukkan arti bahwa harta yang ditransaksikan adakalanya telah ada (saat transaksi) dan ada kalanya telah ada (saat transaksi) dan ada kalanya berada dalam tanggungan (jaminan). Kedua hal ini dapat terjadi dalam ba’i.[6]

Pengertian Jual Beli Menurut Sayyiq Sabiq

مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ عَلَي سَبِيْلِ التَرَاضِي او نَقْلِ مَلِكٍ بِعَوْضٍ عَلَي الوَجْهِ المَا دُوْنَ فِيْهِ

“pertukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling meridhai atau memindahkan hak milik disertai penggantinya dengan cara yang dibolehkan”[7]

Jual beli juga merupakan suatu perbuatan tukar menukar barang dengan barang atau uang dengan barang, tanpa bertujuan mencari keuntungan. Hal ini karena alasan orang menjual atau membeli barang adalah untuk suatu keperluan, tanpa memperhitungkan untung ruginya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap perdagangan dapat dikatakan jual beli, tetapi tidak setiap jual beli dapat dikatakan perdaganggan.[8]

Dasar Hukum Jual Beli

Transaksi jual beli merupakan aktifitas yang diperbolehkan dalam Islam, baik disebutkan dalam al-Quran, al-Hadits, maupun ijma’ ulama’. Adapun dasar hukum jual beli adalah:

Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah ayat 275:[9]

Artinya:“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”[10]

Dalam surat al-Baqarah ayat 198

Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezekihasil perniagaan) dari tuhanmu.”[11]

Dalam hadits Rasulullah Saw

Sabda Rasulullah
اَفْضَلُ الْكَسْبِ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكَلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٌ

Artinya: “perolehan yang paling afdhal adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang mabrur”[12]

Sabda Rasulullah
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الحَرِثِ عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَالَمْ يَفْتَرِقَا فَاِنْ بَيَّنَا وَصَدَقَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَدِبًا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَتُ بَيْعِهِمَا

Artinya: Dari Abdullah ibnu Harits dari Hakim ibnu Hizam, bahwasannya Rasulullah saw barsabda: “penjual dan pembeli sama-sama bebas dalam menentukan jual beli selagi keduanya belum berpisah; jika keduanya berterus terang dan jujur, maka jual beli mereka dibarkahi Allah; akan tetapi jika keduanya saling mendustai dan tidak berterus terang, maka berkah dalam jual beli itu akan hilang”.[13]

Dalil dari Ijma’

Ibnu Qudamah menyatakan bahwa kaum muslimin telah sepakat tentang diperbolehkannya ba’i karena telah mengandung hikmah yang mendasar, yakni setiap orang pasti memiliki ketergantngan terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain. Padahal orang lain tidak akan memberikan sesuatu yang ia butuhkan tanpa ada kompensasi. Dengan disyariatkannya ba’i, seseorang akan dapat meraih tujuannya dan memenuhi kebutuhanya.[14]

Sedangkan para ulama’ telah sepakat mengenai akad jual beli. Ijma’ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain, dan kepemilikan itu tidak diberikan begitu saja, namun harus ada kompensasi sebagai timbal baliknya. Sehingga dengan disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara untuk merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada dasarnya, manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa berhubungan dan bantuan orang lain.

Dalil dari Qiyas

Bahwasannya semua syari’at Allah SWT, yang berlaku mengandung nilai filosofis (hikmah) dan rahasia-rahasia tertentu yang tidak diragukan oleh siapapun. Jika mau memperhatikan, kita akan banyak sekali menemukan nilai filosofis dibalik pembolehan ba’i. Di antaranya adalah sebagai sarana/media bagi umat manusia untuk memenuhi kebutuhannya, seperti makan, sandang, dan lain sebagainya. Kita tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri tanpa orang lain. Ini semua dapat terealisasi dengan cara tukar menukar harta dengan kebutuhan hidup lainnya dengan orang lain, dan saling memberi dan menerima antar sesama manusia sehingga kebutuhan dapat terpenuhi.[15]    

Fote Note
[1] Abu Syuja’, Matan At-Taqrib wa al-Ghoyah, terj. Muhammad Nadjib Sadjak (Jati Rogo: Kampoeng Kyai, 2013), 101.
[2] Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab, terj.  Miftahul Khoiri (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2004),1.
[3] Ibid.,2.
[4] Ibid.
[5] Ibid., 5.
[6] Ibid.
[7] Sayyid Sabiq, Fiqih As-Sunnah, Juz 3 (Semarang: Toha Putra, t.t). 126.
[8] Ibnu Mas’ud, Fiqih Madzhab Syafi’i, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), 22.
[9] Qomarul Huda, Fiqih Mu’amalah (Yogyakarta: Teras Perum Polri, 2011), 53-54.
[10] Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahnya (Semarang;Toha Putra, 1995), 4:275.
[11] Ibid., 2:198.
[12] Ibnu Hajar Al asqolani, Bulughul Maram (Haramain: t.t.), 160.
[13] Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Al Bukhori, Shohih Bukhori Juz 2 (Al Haromain, t.t.). 12.
[14]  Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk., Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab,.5.
[15] Ibid. 

Demikian sedikit ulasan tentang Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli semoga bermanfaat, jangan lupa komen, like and share. Terimakasih atas kunjungannya dan bagi sahabat blog ARWAVE yang menginginkan materi terkait dengan pembahasan artikel saat ini atau yang lain silahkan tulis di kotak komentar. 

Artikel Arwave Blog Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Coment ya sooob...!

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz