Doktrin Ma'rifat
Tokoh yang
mengembangkan doktrin makrifat adalah Imam Abu Hamid Muhammad al-Ghozali yang
lahir pada tahun 125 M. di Ghazaleh, di Khurazan.Beliau mengatakan bahwa
makrifat adalah tampak jelas rahasia-rahasia ke-Tuhanan dan pengetahuan
mengenai susunan urusan keTuhanan yang mencangkup segala yang ada.
Tokoh yang
mengambangkan makrifat selain Imam Ghozali adalah Syaih Zun al-Misri berasal
dari Naubah, suatu negeri yang terletak di Sudan dan Mesir, beliau wafat pada
tahun 1111M.Ketika ditanya bagaimana ia memperoleh makrifat tentang tuhan, ia
menjawab,” Aku mengetahui Tuhan dan sekiranya tidak karena Tuhan aku tak akan
tahu Tuhan.”
Dzun Al-Mishri
berhasil memperkenalkan corak baru tentang Ma’rifat.
Pertama, ia
membedakan antara ma’rifat sufistik(Ma’rifat shufiyyah) dengan Ma’rifat
rasional(Ma’rifat Aqliyah). Yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa
digunakan para sufi,sedangkan yang kedua menggunakan pendekatan rasio yang
biasa digunakan para teolog.
Kedua, Ma’rifat
sebenarnya adalah Musyahadah Qalbiyyah,(penyaksian melalui hati),sebab ma’rifat
merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali.
Ketiga, sesungguhnya
ma’rifat yang hakiki adalah bukan ilmu tentang keesaan Tuhan, sebagaimana yang
diyakini selama ini,bukan pula ilmu-ilmu burhan dan nazhr milik para hakim, mutakallim,
dan ahli balaghah, tetapi ma’rifat terhadap keesaan Tuhan khusus yang dimilki
para wali Allah sehingga tersingkaplah baginya apa-apa yang tidak dapat dilihat
oleh selain mereka.
Keempat ma’rifat yang sebenarnya adalah
bahwa Allah menyinari hati anda dengan cahaya ma’rifat yang murni,sebagaimana
halnya matahari tak dapat dilihat,kecuali dengan cahaya matahari itu sendiri.
Dzun Nun Al-Mishri membagi pengetahuan
tentang Tuhan menjadi 3 macam,yaitu pengetahuan untuk seluruh
muslim,pengetahuan khusus untuk para filosof dan ulama,dan pengetahuan khusus
untuk para wali Allah.
Selain beliau
berdua doktrin makrifat juga dikemukakan oleh Ibn ‘Atha’illahi.Beliau membagi
Ma’rifat menjadi 2 macam. Pertama ma’rifat umum, yaitu mengenal Tuhan yang
diwajibkan kepada seluruh makhluk-Nya,lalu memuji dengan pujian yang sesuai
dengan keadaan masing-masing. Kedua Ma’rifat khusus,yaitu pengenalan yang lahir
dari musyahadah yang karenanya orang ‘arif mengenal sifat,nama,dan perbuatan
Allah.
Selain dua
tokoh yang mengembangkan doktrin mahabbah,ada beberapa tokoh sufi yang
menyatakan pendapatnya mengenai doktrin mahabbah, diantaranya adalah:
1) Abu Yazid Al-Busthami
berkata:”Cinta menganggap sedikit pemberian yang ia keluarkan dan menganggap
banyak pemberian kekasih walaupun sedikit.”
2) Sahal bin Abdullah berkata,”Cinta
itu merangkul ketaatan dan menentang kedurhakaan.”
3) Al-Junaid pernah ditanya tentang
cinta,lalu dijawab,”Cinta adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat
yang mencintainya.”
4) Abu Ali Ahmad ar-Rudzabari
berkata,”Cinta adalah kesetiaan.”Abu Abdullah Al-Quraisy berkata,”Hakikat cinta
jika kamu memberi,maka kamu memberikan semua yang kamu miliki kepada orang yang
kamu cintai,tanpa tersisa sedikitpun untukmu.”
5) Dalf Asy-Syibi berkata,”Disebut
cinta karena cinta menghapus hati dari ingatan semua selain yang
dicintainya.”Ahmad bin Atha’ berkata,”Cinta selalu menegur kelengahan dirinya.”[1]