Kedudukan Ijma Dan Kemungkinan terbentuknya Ijma
KEDUDUKAN IJMA - Jika terjadi kesepakatan
hukum syar’i atas suatu peristiwa maka kesepakatan itu merupakan hujjah yg
qot’i,wajib diamalkan, haram menentangnya, dan orang yg mengingkari ijma dihukumi kufur, seperti orang mengatakan ’’ijma’ bukan merupakan hujjah
syar’iyyah’’, dan hukum masalah yg di ijtihadi itu qot’i, dan setelah itu tidak
sah menjadikan nya sebagai tempat perselisihan, bagi para mujtahid setelahnya tidak boleh
menjadikan masalah ini sebagai obyek ber ijtihad , karena hukum yg telah
ditetapkan dengan ijma’ itu qot’i, tidak boleh menentangnya dan menghapusnya.
Kehujjahan ijma’ berada pada tingkatan ketiga setelah kitab dan sunnah.
Baca juga:
KEMUNGKINAN TERBENTUKNYA
IJMA
Dalam terbentuknya ijma ulama’ fiqih berbeda pendapat :
1.
Sebagian ulama’ An Nadzam dari golongan Mu’tazilah, Syi’ah
dan Khowarij berpendapat bahwa ijma yg memenuhi rukun-rukunnya secara adat
tidak mungkin terjadi, karena sulitnya mewujudkan rukun-rukunnya, dalam hal ini
tidak disebutkan ukuran untuk mengetahui sejauh mana seseorang itu mencapai
tingkatan mujtahid atau belum, jika masing masing mujtahid dunia islam pada
waktu terjadinya masalah itu diketahui, maka untuk mengetahui pendapat
masing-masing dari mereka dengan sebuah keyakinan atau paling tidak mendekati
itu sangatlah sulit, karena mereka terpencar dibelahan benua yg berbeda dan
negara yg berjauhan.
2.
Jumhurul ulama’ berpendapat bahwa secara adat ijma mungkin
terjadi dan diwujudkan, contoh : terbentuknya ijma’ ditetapkan dengan
kesepakatan akan kepemimpinan Abu Bakar, haramnya lemak babi, pemberian bagian
1/6 terhadap jaddah (nenek), terhalangnya cucu untuk mendapatkan warisan karena
ada anak laki-laki dll.
3.
Kesimpulan dari pendapat pendapat diatas bahwa ijma dengan
segala definisi dan rukun-rukunnya secara adat tidak mungkin terjadi sekarang
ini, jika segala urusan diserahkan kepada masing-masing atau kelompok umat
islam, dan mungkin terjadi jika segala urusan diserahkan kepada pemerintahan
islam, dengan demikian pemerintah islam bisa mengajukan syarat-syarat bagi
mujtahid dan ketentuan seseorang untuk mencapai tingkatan mujtahid, disamping
memberi izin kepada seseorang yg memenuhi syarat. Dengan demikian pemerintah
akan mengetahui para mujtahid dan pendapatnya tentang berbagai masalah,
kemudian jika pemerintah sudah melihat pendapat para mujtahid yg ada dan
memperhatikan kesepakatan para mujtahid terhadap satu hukum atas masalah yg
terjadi maka hal itu dinamakan ijma’, dan hukum yg telah disepakati merupakan
hukum syara’ yg wajib di ikuti bagi semua orang islam.
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Coment ya sooob...!