Artikel Education, General And Islamic

Al-Ijtihad al-‘Ilmi al-’Ashr (Modern Scientific Ijtihad)

Artikel terkait : Al-Ijtihad al-‘Ilmi al-’Ashr (Modern Scientific Ijtihad)


Untuk mewujudkan formulasi ijtihad modern yang mampu memberikan jawaban masa kini dan diharapkan juga untuk masa yang akan datang, diperlukan persiapan langkah-langkah. Dalam hal ini ijtihad yang dimaksudkan adalah mawadhu’i, tematik atau kasus perkasus yang muncul pada masa kini dan jawabannya yang mampu hidup ntuk masa kini dan waktu yang akan datang. Langkah langkah tersebut sebagai berikut:[1]
1.    Menggunakan sumber primer (primary sources) sebagai sumber rujukan dalam bermadzab. Dalam bermadzab Syafi’i, misalnya, agar menekankan untuk mengkaji secara intensif, serius dan kritis kitab-kitab karya imam Syafi’i, bukan kitab-kitab karya murid-muridnya (pendukung madzab Syafi’i).
2.    Mengkaji pemikiran fiqih ulama atau keputusan hukum Islam oleh organisasi keagamaan tidak lagi secara doktriner dan dogmatis, tetapi dengan critical study. Hal ini berarti menempatkan fiqih sebagai sejarah pemikiran (intellectual history atau history of ideas). Artinya, mengkaji sejarah pemikiran ulama sekaligus latar belakang mengapa ulama tersebut menelorkan pemikiran itu
3.    Semua hasil karya ulama masa lalu diposisikan sebagai pengetahuan (knowledge), baik yang didasarkan atas dasar deduktif dan verstehen maupun yang dihasilkan secara empirik. Hanya al-Qur’an dan teks hadis yang terbatas (khususnya yang mutawatir) saja yang tidak dapat diuji ulang (re-examined), walaupun pemahamannya tetap dapat dikaji secara mendalam
4.    Mempunyai sikap terbuka terhadap dunia luar ( pemikiran diluar madzhabnya) dan bersedia mengantisipasi terhadap hal-hal yang akan terjadi serta responsif terhadap berbagai perkembangan problem-problem baru yang muncul.
5.    Meningkatkan daya tanggap ( responsif ) dan cepat dengan permasalahan yang muncu, yang mana biasanya umat umat ingin cepat mendapatkan jawaban hokum agama dari para ahli hokum islam. Sehingga umat tidak terlalu lama menunggu jawaban hukum tersebut.
6.    Melakukan penafsiran yang aktif dan bahkan proaktif. Yang dimaksud aktif atau proaktif adalah ketika jawaban hukum Islam itu sekaligus mampu memberi inspirasi dan guidance untuk kehidupan yang sedang dialami oleh umat.
7.    Ajaran al-ahkam al-khamsah atau ketetapan berupa hukum wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah agar dapat dijadikan sebagai konsep atau ajaran etika sosial. Selama ini banyak kritik bahwa hukum Islam selalu berkutat pada wilayah ibadah mahdhah dan kurang menyentuh kehidupan sosial.
8.    Menjadikan ilmu fiqih sebagai bagian dari ilmu hukum secara umum. Hal ini dimaksudkan karena sasran akhirnya adalah hukum nasional.
9.    Menyeimbangkan proses deduktif dan induktif dalam mempraktikkan hukum islam. Proses deduktif dapat terwakili dengan bagaimana kita memahami nashsh dari wahyu yang berupa Al Quran dan hadits yang shahih dengan segala jenis metodenya, termasuk qiyas. Sedangkan deduktif adalah memberi peran akal pada posisi yang sangat penting dalam membantu mewujudkan hasanah fi al dunya dan hasanah fi al akhirat.
10.Menjadikan mashalih ‘ammah menjadi landasan utama dalam membangun fiqih atau hukum Islam. Mashalih ‘ammah dapat dipadankan dengan universal values pada dataran aspek yang tidak bertentangan dengan pokok ajaran Islam. Berbicara mengenai mashlahah, berarti mengakui peran penting akal dalam proses ijtihad.
11.menjadikan wahyu Allah lewat nashsh (al-Qur’an dan hadis yang shahih) sebagai kontrol terhadap hal-hal yang akan dihasilkan dalam ijtihad.
Berdasarkan 11 langkah yang diatas, maka kombinasi dari sumber pokok (al-Qur’an dan al-Hadits) dan cabang (kitab-kitab fiqh) dengan optimalisasi peran akal dalam memunculkan solusi hukum adalah langkah terbaik dari dua pilihan yang sama-sama kontraproduktif di tengah eskalasi problem sosial yang menuntut ulama untuk meresponnya secara capat dan tepat.
Sebelas hal diatas merupakan pra syarat untuk membangun formulasi baru dalam berijtihad, suatu model yang bernama al-ijtihad al-ilmu al-‘ashri atau modern scientific ijtihad.[2]



[1] Azizy, A. Qodri, reformasi bermadzhab. Jakarta selatan: Teraju, 2003,110
[2] Ibid.126

Artikel Arwave Blog Lainnya :

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz