Sejarah Masyarakat Madani
Wacana
masyarakat madani merupakan konsep yang berasal dari pergolakan politik dan
sejarah masyarakat Eropa yang mengalami proses transformasi dari pola ke hidupan
feodal menuju masyarakat industri kapitalis sehingga akar sejarahnya
perkembangan wacana masyarakat madani
dapat diruntut mulai dari Cicero sampai
pada Antonio Gramsci dan De’tacquiyille. Bahkan menurut Manfred Ridel,Cohen Dan
Arato Serta M. Dawam Raharjo wacana Masyarakat Madani sudah mengemuka pada masa
Aristoteles. Pada tahun 384-322
SM Masyarakat Madani dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan
istilah koinonia politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga negara
dapat terlibat langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan
pengambilan keputusan yang menggambarakan sebuah masyarakat politis dan etis
dimana warga negara didalamnya berkedudukan sama didepan hukum.[1]
Pada tahun
1767 wacana masyarakat madani dikembangkan oleh Adam Fergusson dengan mengambil
konteks sosio-kultural dan politik scotlandia. Fergusson menekankan sebuah misi
etis dalam kehidupan masyarakat yaitu untuk mengantisipasi perubahan sosial
yang diakibatkan oleh revolusi industri dan munculnya kapitalisme serta
mencoloknya perbedaan antara publik dan individu. Dalam masyarakat madani
solidaritas sosial muncul dan diilhami oleh sentimen moral dan sikap saling
menyayangi serta mempercayai antar warga negara secara ilmiah.[2]
Kemudian
pada tahun1792 muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksentuasi yang
berbeda dengan sebelumnya. Konsep ini dimunculkan oleh Thomas Paine (1737-1803)
yaitu ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang
bagi pemuasan kepentingan secara bebas dan tanpa paksaan. Dalam artian agar
terciptanya suatu ruang gerak bagi masyarakat madani untuk lebih kuat dan mampu
mengotrol negara demi kebutuhannya.
Perkembangan
selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F. hegel (1770-1831 M), karl marx (1818-1883
M) dan antonio gramsci (1891 -1837 M). Bahwa menekankan pada Masyarakat Madani
sebagai elemen ideologi kelas dominan dalam artian sebuah reaksi dari model
pemahaman yang dilakukan oleh paine (yang menganggap masyarakat madani sebagai
bagian terpisah dari negara).
Dari
model perkembangan masyarakat madani
diatas, dapat disimpulkan bahwa gerakan membangun masyarakat madani menjadi
perjuangan untuk membangun harga diri mereka sebagai warga negara. Gagasan
tentang masyarakat madani tersebut kemudian menjadi semacam landasan ideologi
untuk membebaskan diri dari cengkraman negara yang secara sistematis melemahkan
daya kreasi dan kemandirian masyarakat.[3]