Penilaian Non Tes
Hasil belajar dan proses
belajar tidak hanya dinilai oleh tes, baik melalui bentuk tes uraian maupun tes
obyektif, tetapi juga dapat dinilai oleh alat-alat nontes atau bukan tes.[1]
Alat-alat nontes tersebut misalnya observasi, wawancara, skala sikap, angket, check
list dan rating scale.
1. Observasi
Observasi
adalah suatu cara untuk mengadakan evaluasi dengan jalan pengamatan dan
pencatatan secara sistematis, logis, dan rasional mengenai fenomena-fenomena
yang diselidiki. Tujuan observasi adalah untuk mengumpulkan data dan informasi
menegenai fenomena-fenomena, baik yang berupa peristiwa maupun tindakan dalam
situasi yang sesungguhnya.
Dilihat
dari pelaksanaannya, observasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu:
a. Observasi langsung, yaitu
observasi yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diselidiki.
b. Observasi tak langsung, yaitu
observasi yang dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
c. Observasi partisipasi, yaitu
observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian atau melibatkan diri
dalam situasi obyek yang diteliti.
Kebaikan observasi
a. Observasi merupakan alat
untuk mengamati berbagai macam fenomena-fenomena.
b. Observasi cocok untuk
mengamati orang yang selalu sibuk.
c. Banyak hal yang tidak dapat
diukur dengan tes, tetapi justru lebih tepat dengan observasi.
d. Tidak terikat dengan laporan
pribadi.
Kelemahan observasi
a. Seringkali pelaksanaan
observasi terganggu oleh keadaan cuaca, bahkan ada kesan yang kurang
menyenangkan dari observer ataupun dari observe itu sendiri.
b. Biasanya masalah pribadi
sulit diamati.
c. Jika proses yang diamati
memakan waktu lama, maka observer sering menjadi jemu.[2]
2. Wawancara
Wawancara
adalah salah satu teknik pengumpulan dan pencatatan data, informasi, dan atau
pendapat yang dilakukan melalui percakapan dan tanya-jawab, baik langsung
maupun tidak langsung dengan sumber data.
Keuntungan wawancara adalah:
a. Dapat dilaksanakan langsung
kepada orang yang akan diwawancarai sehingga data informasi yang diperoleh
dapat diketahui obyektifitasnya.
b. Dapat memperbaiki hasil riset
yang dilakukan melalui observasi atau angket.
c. Pelaksanaan wawancara lebih
fleksibel dan dinamis.
Kelemahan wawancara adalah:
a. Jika anggota sampel cukup
besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya.
b. Adakalanya terjadi wawancara
yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang
diharapkan.
c. Sering timbul sikap yang
kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari
pewawancara, karena itu perlu adaptasi diri antara pewawancara dengan yang
diwawancarai.[3]
Kelemahan wawancara yaitu;
1.
Jika
anggota sampel cukup besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
2.
Adakalanya
terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat
memenuhi apa yang diharapkan
3.
Sering
timbul sikap yang kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari
pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan
yang diwawancarai.
3. Skala sikap
Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola
tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa
objek-objek tertentu. Sikap mengacu kepada perbuatan atau perilaku seseorang,
tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan seseorang
mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Guru perlu mengetahui norma-norma
yang ada pada anak, bahkan sikap anak terhadap dunia sekitarnya, khususnya
terhadap sekolah. Jika terdapat sikap siswa yang negative, guru perlu mencari
suatu cara atau teknik tertentu untuk menempatkan sikap negative itu menjadi
sikap yang positif.
4. Angket
Angket
termasuk alat untuk mengumpulkan data dan mencatatkan data atau informasi,
sikap, dan paham dalam hubungan kausal. Angket mempunyai kesamaan dengan
wawancara, kecuali dalam implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis,
sedangkan wawancara dilaksanakan secara lisan.
Keuntungan
angket:
a. Responden dapat menjawab
dengan bebas tanpa dipengaruhi oleh hubungan dengan peniliti atau penilai, dan
waktu relatif lama sehingga obyektivitas dapat terjamin.
b. Informasi atau data terkumpul
lebih mudah karena itemnya homogen.
c. Dapat digunakan untuk
mengumpulkan data dari jumlah responden yang besar yang dijadikan sampel.
Kelemahan angket:
a. Ada kemungkinan angket diisi
oleh orang lain.
b. Hanya diperuntukkan bagi yang
dapat melihat saja.
c. Responden hanya menjawab
berdasarkan jawaban yang ada.[4]
5. Check
list
Check
list adalah suatu daftar yang
berisi subyek dan aspek-aspek yang akan diamati. Check list dapat
menjamin bahwa observer mencatat tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya,
tetapi dianggap yang penting. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya
dicantumkan dalam daftar cek, kemudian observer tinggal memberi tanda cek (√)
pada tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil pengamatannya.[5]
Kelemahan
cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya
benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati, baik-tidak baik. Dengan
demikian tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan
mengamati subjek dalam jumlah besar.[6]
6. Rating
scale
Dalam check
list kita hanya dapat mencatat ada-tidaknya variabel tingkah laku tertentu,
sedangkan dalam rating scale fenomena-fenomena yang akan diobservasi itu
disusun dalam tingkatan-tingkatan yang
telah ditentukan. Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya
variabel tertentu, tetapi kita lebih jauh mengukur bagaimana intensitas gejala
yang kita ingin mengukurnya.[7]