Artikel Education, General And Islamic

Penilaian Tes

Artikel terkait : Penilaian Tes


Tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).[1] Teknik berbentuk tes, digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, bakat khusus (bakat bahasa, bakat teknik, dan sebagainya) dan bakat umum (inteligensi).[2]
Ditinjau dari bentuk pelaksanaannya, tes dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:[3]
1.     Tes Tertulis
Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal siswa tidak selalu harus merespon dalam bentuk menulis kalimat jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk, memberi tanda, mewarnai, menggambar, dan lain sebagainya.[4]
a.      Tes esay
Secara garis besar ada dua bentuk evaluasi, yaitu tes esai (essay test) dan tes obyektif (obyektive test). Menurut sejarah, yang ada lebih dahulu adalah bentuk tes esai. Karena bentuk tes ini banyak kelemahannya, maka orang berusaha untuk menyusun tes dalam bentuk lain, yaitu tes obyektif. Namun, tidak berarti bentuk esai ditinggalkan sama sekali. Tes esai dapat digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan belajar yang sulit diukur oleh tes obyektif. Tes esai sering disebut juga bentuk uraian karena menuntut anak untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara tersendiri.[5]
Guru  yang menggunakan alat tes yang berbentuk subjective test (penilaian uraian), dalam membuat soal sekaligus dengan kunci jawaban dan pedoman penskorannya.[6]
Ada dua bentuk tes esai, yaitu uraian terbatas dan uraian tak terbatas (bebas).
1.     Uraian terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, testi harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batasnya.
2.     Uraian tak terbatas
Dalam bentuk ini testi bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Testi bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.[7]
b.     Tes obyektif
Tes bentuk obyektif (obyektive test) menuntut siswa untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna.[8]
1.     Benar-salah
Bentuk soal ini memiliki dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah atau ya dan tidak.
2.     Pilihan ganda
Bentuk soal pilihan ganda dapat dipakai untuk menguji penguasaan kompetensi pada tingkat berpikir rendah seperti pengetahuan dan pemahaman, sampai pada tingkat berpikir tinggi seperti aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Bentuk soal terdiri dari item (pokok soal) dan option atau pilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor).[9]
3.     Menjodohkan
Bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda.

4.     Jawaban singkat dan melengkapi
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, suatu item tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab dengan singkat.[10]
Skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan berbagai bentuk tes tertulis perlu digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan kompetensi dasar dan standar kompetensi mata pelajaran. Dalam proses penggabungan dan penyatuan nilai, data yang diperoleh dengan masing-masing bentuk soal tersebut juga perlu diberi bobot, dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran dan kompleksitas jawaban.[11]
2.     Tes lisan
Merupakan suatu tes yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan, dan memberikan jawabannya secara lisan pula.[12] Dengan mengadakan tes tersebut, maka seorang guru dapat mengetahui pengetahuan serta pemahaman dari masing-masing individu dengan dilakukan secara face to face. Namun, jika hubungan antara pengetes dengan yang di tes kurang baik, maka mengganggu objektifitas hasil tes. [13]beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksaan tes ini, yaitu :
1.     Sebelum melakukan tes sebaiknya melakukan inventarisasi berbagai jenis soalyang akan diajukan kepada testee, sehingga dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun konstruksinya
2.     Setiap butir soal ditetapkan untuk diajukan dalam tes  tersebut, sekaligus pedoman jawabanya
3.     Menentukan skor atau nilai hasil tes tersebut, setelah seluruh testee menjalani tes lisan
4.     dll[14]
3.     Tes Perbuatan
Tes perbuatan adalah bentuk tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Siswa bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan. Tes perbuatan ini dapat dilakukan secara kelompok dan dapat pula dilakukan secara individual. Secara kelompok berarti seorang guru menghadapi sekelompok testi, sedangkan secara individual berarti seorang guru menghadapi seorang testi.[15]
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tes ini, antara lain :
a.      Mengamati dengan teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaian tugas yang telah ditentukan.
b.     Jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut
c.      Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas terseebut, sebaiknya testee menyiapkan instrument berupa lembaran penilaian yang didalamnya telah ditentukan hal-hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.[16]
Tes dikatakan efektif bila evaluasi memenuhi kriteria:
1.     Relevansi: Evaluai relevan dengan materi untuk mencapai tujuan.
2.     Balance (keseimbangan): Evaluasi seimbang dengan perencanaan yang dibuat dalam blue-print (kisi-kisi).
3.     Efisiensi: Jumlah pertanyaan dan waktu seimbang, tidak terlalu banyak waktu.
4.     Obyektifitas: Orang lain menyetujui kebenarannya.
5.     Spesifikasi (kekhususan): Pelajaran harus mempunyai kekhususan untuk dites.
6.     Tingkat kesukaran: Setiap evaluasi memiliki tingkat kesukaran/kemudahan tes. Maka tes harus sesuai dengan tingkat kemampuan murid.
7.     Penggolongan untuk murid yang baik dan yang kurang: Dengan tes dapat dilihat perbedaan murid yang kurang dan yang baik.[17]



[1] Nana Sudjana. Penilaian hasil proses belajar mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 35.
[2] M. Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 109.
[3] M. Ngalim Purwanto. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi pengajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), 110.
[4] Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), 107.
[5] Zainal Arifin. Evaluasi Instruksional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), 28-29.
[6] Mimin Haryati. Model dan Teknik penilaian pada Tingakat Satuan Pendidikan. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), 53.
[7] Zainal Arifin. Evaluasi…, 29
[8] Ibid., 32.
[9] Abdul Majid. Perencanaan Pembelajaran. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 196.
[10] Zainal Arifin. Evaluasi…, 38-40.
[11] Sarwiji Suwandi. Model Asesmen dalam Pembelajaran. (Surakarta: Yuma Pustaka, 2011), 165.
[12] Ibid, 75
[13] Ngalim purwanto, prinsip-prinsip dan teknik evaluasi pengajaran, bandung, PT remaja rosdakarya,2009, 37
[14] Anas sudjana, pengantar evaluasi pendidikan, Jakarta: PT raja grafindo Persada, 2009, 154
[15] Ibid., 45.
[16]  Ibid, 157
[17] Roestiyah N.K. Masalah-masalah Ilmu keguruan. (Anggota IKAPI, PT Bina Aksara, 1986), 91.

Artikel Arwave Blog Lainnya :

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz