Definisi Ijarah dan Dasar Hukumnya
Ijarah dan Dasar Hukumnya - Ijarah dalam sehari-hari biasa disebut dengan sewa-menyewa, ijarah tidak hanya digunakan oleh bank syariah saja namun LKS yang micro sampai dengan LKBB juga menggunakan ijarah sebagai landasan akad muamalahnya, seperti rental motor, mobil sampai dengan kontrak perumahan.
Image From www.ilmuekonomi.net
Definisi ijarah (sewa menyewa)
Sewa menyewa berasal dari kata dasar sewa. Menurut kamus umum Bahasa Indonesia sewa adalah pemakaian (peminjaman) sesuatu dengan membayar uang.[1] Dalam hukum Islam sewa menyewa diistilahkan dengan ijarah, menurut etimologi adalah nama bagi suatu upah atau bayar, sedang arti terminologinya suatu bentuk akad atas memanfaatan yang telah dimaklumi, disengaja, dan menerima penyerahan serta diperbolehkannya dengan penggantian yang jelas.[2]
Menurut as-Sayyid Sabiq, secara bahasa al- ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwad (ganti) sedang arti terminologinya adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.[3]
Menurut ulama Asy-Syafi’iyah ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.[4]
Menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah ijarah adalah menjadikan milik sesuatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.[5]
Dasar hukum ijarah
Al-Qur’an
[6]... وان اردتم ان تسترضعوا اولادكم فلا جناح عليكم اذا سلمتم ما اتيتم با لمعروف بصير واتقوا الله واعلموا ان الله بما تعملون
Al-Hadis
عن ابن عباس قال احتجم االنبي ص.م. واعطى الذى حجمه ولوكان حراما لم يعطه [7]
Rukun dan syarat ijarah
Rukun
Sewa menyewa menjadi sah jika dilakukan sesuai dengan rukun dan syaratnya. Menurut as-Sayyid Sabiq ijarah menjadi sah dengan ijab qabul lafaz sewa dan yang berhubungan dengannya, serta lafaz atau ungkapan apa saja yang dapat nenunjukkan hal tersebut.[8]
Adapun menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat yaitu :
- ‘Aqid (orang yang berakad)
- Sigat akad
- Ujrah (upah)
- Manfaat [9]
Syarat ijarah
Menurut as-Sayyid Sabiq orang yang berakad disyaratkan berkemampuan, yaitu keduanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakad itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan maka akad menjadi tidak sah.[10] Sedangkan syarat sahnya yaitu :
- kerelaan kedua pihak yang melakukan akad.
- Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan.
- Barang yang menjadi obyek transaksi akad dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria, realita dan syara’.
- Dapat diserahkannya sesuatu yang disewakan berikut kegunaanya (manfaatnya).
- Bahwa manfaat adalah hal yang mubah bukan yang diharamkam.[11]
Dalam Fiqh Muamalah karya Rachmat Syafe’i persyaratan ijarah terdiri dari empat macam yaitu syarat al-inqad terjadinya akad, syarat an-nafaz (syarat pelaksanaan akad), syarat sah, dan syarat lazim.[12]
Syarat terjadinya akad berkaitan dengan aqid, zat akad dan tempat akad
Menurut ulama Hanafiyah aqid harus berakal dan mumayyiz. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ijarah dan jual beli sedangkan balig adalah syarat penyerahan. Dengan demikian, akad anak mumayyiz adalah sah, tetapi bergantung atas keridaan walinya. Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang beraqad harus mukallaf, yaitu balig dan berakal, sedang anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli aqad .[13]
Syarat pelaksanaan an-nafaz
Agar ijarah terlaksana, barang harus dimiliki oleh aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad.
Syarat sah ijarah
- Adanya keridaan dari kedua pihak yang berakad
- Ma’qud ‘alaih (barang) bermanfaat dengan jelas
- Ma’kud ‘alaih, barang harus dapat memenuhi secara syara’
- Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara’
- Tidak menyewa untuk pekerjaan yang diwajibkan kepadanya
- Tidak sah menyewa orang untuk mengerjakan sholat fardhu, puasa, dan kewajiban lain
- Tidak mengambil manfaat bagi diri orang yang disewa
- Manfaat barang sesuai dengan keadaan umum.[14]
Syarat lazim
Syarat kelaziman ijarah terdiri dari dua hal, yaitu barang sewaan terhindar dari cacat dan tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad. yaitu sesuatu yang dapat menyebabkan kemadaran bagi yang berakad.[15]
Macam-macam Sewa
Ijarah a’yan yaitu sewa menyewa dalam bentuk benda atau binatang, dimana pemilik benda tersebut menyewakan dengan mendapat imbalan dari penyewa.
Ijarah a’mal yaitu perikatan tentang pekerjaan atau buruh manusia dimana pihak penyewa memberikan upah kepada pihak yang menyewakan.[16]
Berakhirnya sewa menyewa
Ijarah adalah akad lazim, yang salah satu pihak yang berakad tidak memiliki hak fasakh, karena ia merupakan akad pertukaran, kecuali didapati hal yang mewajibkan fasakh.[17] Ijarah tidak menjadi fasakh dengan matinya salah satu yang berakad sedangkan yang diakadkan selamat.
Ijarah menjadi fasakh (batal) dengan hal sebagai berikut:
- Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya ditangan penyewa atau terlihat aib lama padanya.
- Rusaknya barang yang disewakan.
- Rusaknya barang yang diupahkan, seperti rusaknya baju yang diupahkan untuk dijahit.
- Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh.
- Penganut mazhab Hanafi membolehkan menfasakh ijarah karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak.[18]
Fote Note
- Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Purwodarminto, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm. 937.
- Syeh al-Imam al-‘Alim al-‘Amanah Syamsudin Abu Abdillah Muhammad Bin Qosim as-Syafi’I, Fathul Qarib, Terjemahan, Imron Abu Amar, (Kudus: Menara Kudus, 1982), hlm. 297.
- as-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977) III:198.
- Muhammad as-Syarbini, Mugni al-Muhtaj, (Mesir: Musthofa al-Babi al-Halabi wa awladuh, 1958), II:332.
- Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah, hlm. 122.
- al-Baqarah (2): 233
- al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr,1981) III:54, Hadis dari Ibnu Abbas R.a
- as-Sayyid Sabiq, Fiqh as- Sunnah, III: 198.
- Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), hlm. 125.
- as-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah,III: 199
- Ibid., III: 200-201
- Rachmat Syafe’I, Fiqh Muamalah, hlm. 125.
- Muhammad as Syarbini, Muhni al-Muhtaj, II:332
- Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, hlm. 125-128
- Ibid., hlm. 129.
- Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, (ttp. Rineka Cipta, tt), hlm. 426.
- as-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, III: 205
- Ibid., III:205-206.
Demikian ulasan artikel tentang Definisi Ijarah dan Dasar Hukumnya semoga bermanfaat, jangan lupa komen, like and share. Terimakasih atas kunjungannya sampai jumpa pada artikel-artikel selanjutnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa Coment ya sooob...!