Artikel Education, General And Islamic

Penjagaan al-Quran, Lisan dan Tulisan

Artikel terkait : Penjagaan al-Quran, Lisan dan Tulisan

Penjagaan al-Quran, Lisan dan Tulisan - Terdapat beberapa fase atau masa dalam penjagaan al-Quran dalam ucapan dan tulisan yaitu sudah dimulai dari Rasulullah saw. masa sahabat hingga sekarang yang telah menjadi lantaran Allah sebagai penjaga al-quran (kalamnya). simak selengkapnya pada artikel berikut.
 
Image From rinidwicahyanti.tumblr.com

Penjagaan Al-Quran Masa Nabi SAW

Ketika diturunkan dari langit ke dalam hati Rasulullah saw, beliau menerimanya secara lafadz, makna, serta segala yang dikehendaki Allah dalam penurunannya, baik tersurat maupun tersirat. Beliau saw pun mengajarkan kepada kita apa-apa yang Allah perintahkan untuk diajarkan. Jika proses talaqqi sudah terkonfirmasi, bangkitlah para sahabat untuk menyampaikan Al-Qur’an kepada yang lain. Rasulullah SAW menyampaikan Al-Qur’an kepada umatnya dengan dua macam cara, yaitu lisan dan tulisan. Ketika bagian Al-Qur’an diturunkan, Rasulullah SAW akan memanggil para penulis wahyu yang hadir di sekitarnya. Ada beberapa sahabat yang pandai menulis, karena pada zaman itu yang bisa menulis hanya sedikit. Dan, ketika diturunkan wahyu tersebut, ditulis di hadapan Rasulullah SAW.

Pada saat itu kodifikasi berwujud tulisan-tulisan yang berserak. Perlu ditekankan bahwa awal penulisan adalah ketika wahyu hadir. Rasulullah memanggil penulis yang hadir di sekitarnya untuk menulis di depannya selagi Jibril as hadir untuk membenarkan jika ada kesalahan. Allah berfirman, “Seandainya dia mengadakan sebagian perkataan atas Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya, Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.” (Al-Haqqah: 44-46). Perhatikan kalimat “niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya.” Jika si penulis menulis, kemudian berniat mengubah kata yang ia tulis, serta-merta Allah akan segera mencegahnya melanjutkan penulisan. Itulah maksud “Kami pegang dia pada tangan kanannya”, karena asosiasi tangan kanan digunakan untuk menulis. Seperti  halnya nash Al-Qur’an dijaga saat penurunannya ke langit dunia, maka penjagaan itu juga tetap ada ketika sampai di bumi. Jika dikatakan bahwa Muhammad SAW adalah seorang yang tidak bisa membaca dan menulis, akan tetapi disana ada Jibril as. Rasulullah saw adalah penyampai dari Rabb-nya. [1]

Walaupun Rasulullah SAW buta huruf, namun itu untuk ukuran manusia dan bukan untuk ukuran Allah. Dia berfirman, “dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (An-Nisa: 113). Selanjutnya Allah juga berfirman, “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” (Ali `Imran: 164). Adapun cara yang lain dengan lisan, penyampaian Al-Quran yang disampaikan nabi SAW kepada penulis yang ditemani oleh Jibril adalah tergolong penjagaan Al-Quran secara lisan pada masa itu.[2]
  

Penjagaan Al-Quran Masa Sahabat

Setelah Rasulullah wafat, maka Abu Bakarlah yang menggantikan nabi untuk memimpin umat. Pelayanan umat Muslim terhadap al-Qur’an pada masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar mengalami suatu kemajuan yang sangat signifikan. Hal ini tidak lepas dari kondisi umat pada masa itu. Upaya penyalinan oleh para penulis wahyu dengan dibantu para Qurra’(penghafal Qur’an) telah menghasilkan tulisan al­-Qur’an dalam bentuk lembaran-lembaran yang dapat meminimalisir perbedaan pendapat dalam hal tulisan dan bacaan al-Qur’an bagi umat Muslim.  Dengan adanya upaya kodifikasi tersebut tugas para penghafal al-Qur’an bukannya selesai, sebab tugas tersebut tidak semata-mata untuk penjagaan al-Qur’an saja namun lebih dari itu merupakan suatu ibadah yang membuat para pelakunya memiliki keutamaan dimata Allah.

Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab masalah perbedaan dalam membaca Al-Qur’an belum merupakan hal yang mengkhawatirkan. Namun setelah dua masa kepemimpinan, masalah tersebut mulai menimbulkan kekhawatiran sehingga para sahabat segera mengambil tindakan. Demi mengatasi hal itu maka al-Qur’an yang pernah ditulis pada masa Abu Bakar (masih dalam bentuk lembaran) di salin lagi dalam bentuk mushaf (diapit dua kulit seperti buku) untuk dibagikan ke daerah-daerah sebagai al-Qur’an standar. [3]

Keputusan yang diambil oleh para sahabat khususnya Usman sebagai pemimpin umat setelah Umar sangatlah tepat, sebab tugas seorang khalifah tidak hanya masalah ekonomi, politik dan sosial, tapi juga menyangkut masalah keagamaan, seperti penjagaan keaslian al-Qur’an baik bacaan maupun tulisan. Jika merebak suatu bacaan yang salah dan beraneka ragam, maka tugas pemimpin umat lah untuk membetulkan sehingga umat ini selamat dari apa yang pernah dilakukan oleh umat sebelumnya. Tapi yang perlu diingat bahwa standarisasi tersebut tidak menafikan adanya tujuh macam bacaan yang memang sudah ditetapkan oleh Rasulullah. Dengan adanya Mushaflmam (Induk) kemudian kita kenal dengan mushaf Utsmany ini secara tidak langsung Khalifah Utsman telah meletakkan dasar-dasar untuk tumbuh kembangnya ilmu Ulum al-Qur’an yang diawali dengan pembahasan masalah rasm (bentuk tulisan) Utsmany atau Ilmu Rasm al-Qur’an.[4]

Setelah meninggalnya Khalifah Usman, sahabat Ali bin Abi Thalib yang memegang kepemimpinan. Dengan berkembangnya daerah kekuasaan umat Islam, mereka yang tidak menguasai bahasa Arab seringkali melakulcan kesalahan dalam membaca Al-Qur’an. Melihat yang sedemikian itu Khalifah Ali memerintahkan Abu al-Aswad ad-Dualy untuk menulis beberapa kaidah bahasa Arab agar masyarakat bisa membaca al-Qur’an dengan benar. Upaya tersebut menjadi dasar peletakan ilmu Nahwu (gramatika Arab) dan ilmu I’rab al- Qur’an. [5]
 

Penjagaan AI-Qur’an Masa Pasca Khulafa’ Rasyidin

Setelah berakhir masa kepemimpinan khulafa’ ar-rasyidun, menyusul kemudian pemerintahan Bani Umayyah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai pemimpin pertama dari dinasti ini. Dan seperti pendahulunya Mu’awiyah telah memberikan sentuhan yang sangat berarti dengan menggalakkan pemberian tanda baca pada mushaf. Ini dilakukan ketika salah satu Gubernurnya di Basrah yaitu Ziyad bin Samiyah menyaksikan kekeliruan sebagian orang dalam membaca surat at-Taubah ayat 3, yang dapat melahirkan makna yang salah.

Pada masa ini mainstream pengajaran al-Qur’an oleh para sahabat dan tabiin masih menggunakan motode at-talaqqy wal ‘ardli yang mengacu kepada periwayatan dan talqin (pengajaran dengan cara instruksi dan dikte) karena tradisi tulisan belum membudaya. Selain empat khalifah sahabat-sahabat lain yang mempelopori pengajaran Qur’an dengan metode di atas adalah : Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ ari serta Abdullah bin Zubair. Sedangkan yang dari tabiin mereka adalah : Mujahid, Atho’, `Ikrimah, Qotadah, Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, clan Zaid bin Aslam. Merekalah yang -dianggap- telah meletakkan dasar-dasar dari ilmu-ilmu al-Qur’an seperti : Ilmu Tafsir, ilmu Asbab an-Nuzul, ilmu Nasikh mansukh, Ilmu Ghanb al-Qur’an dan lain sebagainya. [6]

Pada masa-masa selanjutnya ketika perkembangan keilmuan dalam peradaban Islam mulai berkembang, pelayanan dan interaksi dengan Qur’an oleh para sarjana Muslim telah menghasilkan berbagai ilmu, baik yang ditujukan untuk penjagaan Qur’an seperti: Ilmu Tajwid (untuk menjaga kesalahan dalam membaca), Ilmu Qiroat (membahas variasi bacaan seperti yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw.), Ilmu Rasm (membahas tata cara penulisan huruf), Ilmu Dlobth (membahas tata cara pemberian tanda baca), Ulum al-Qur’an (yang mencakup seluruh kajian tentang al-Qur’an seperti sebab-sebab turunnya wahyu dll.); ataupun yang merupakan hasil dari interaksi mereka dengan al-Qur’an seperti Ilmu Tafsir, ilmu Balaghah (retorika), Fan al-Qoshos al-Qur’aniyah (seni pengkisahan dalam Qur’an); termasuk juga Nahwu (gramatika Arab -yang merujuk kepada al-Qur’an-), atau yang bersifat seni seperti seni baca al-Qur’an dengan dilantunkan juga Kaligrafi.

Walaupun begitu kegiatan penghafalan al-Qur’an tetap berjalan sebagaimana mestinya, bahkan menjadi pelajaran dasar wajib bagi para pelajar khususnya pada abad-abad pertengahan. Tidaklah keterlaluan jika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:“Umat kita tidaklah sama dengan ahli kitab, yang tidak menghafalkan kitab suci mereka. Bahkan jlkalau seluruh mushhaf ditiadakan maka al-Qur’an tetap tersimpan di dalam hatl umat Muslim ”.[7]
 

Penjagaan Al-Quran Masa Sekarang

Bahwa Al-Qur’ansampai saat ini masih asli dan tidak ada perubahan, pengurangan atau penambahan. Pada masa-masa selanjutnya ketika perkembangan keilmuan dalam peradaban Islam mulai berkembang, pelayanan dan interaksi dengan Qur’an oleh para sarjana Muslim telah menghasilkan berbagai ilmu, baik yang ditujukan untuk penjagaan Qur’an seperti: Ilmu Tajwid (untuk menjaga kesalahan dalam membaca), Ilmu Qiroat (membahas variasi bacaan seperti yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw.), Ilmu Rasm (membahas tata cara penulisan huruf), Ilmu Dlobth (membahas tata cara pemberian tanda baca), Ulum al-Qur’an (yang mencakup seluruh kajian tentang al-Qur’an seperti sebab-sebab turunnya wahyu dll.); ataupun yang merupakan hasil dari interaksi mereka dengan al-Qur’an seperti Ilmu Tafsir, ilmu Balaghah (retorika), Fan al-Qoshos al-Qur’aniyah (seni pengkisahan dalam Qur’an); termasuk juga Nahwu (gramatika Arab –yang merujuk kepada al-Qur’an-), atau yang bersifat seni seperti seni baca al-Qur’an dengan dilantunkan juga Kaligrafi.[8]
Namun demikian tradisi penghafalan Qur’an tetap berlanjut hingga hari ini, madrasah (sekolah) dan pesantren al¬-Qur’an tersebar di mana-mana di dunia Islam. Di Indonesia tidak sulit untuk mencari pesantren untuk Tahfidz al-Qur’an baik untuk tingkat anak-anak maupun dewasa.

Contoh Ayat Al-Quran yang Turun pada Masa Penjagaan Al-Quran Masa Nabi SAW

Surat Al-Maidah ayat 67. Allah berfirman, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya.” Maka serta merta Nabi  SAW menyampaikannya kepada para sahabat dengan cara tertentu, yaitu dengan melafalkannya melalui mulut Beliau SAW dan para sahabat mendengarkan dengan telinga manusiawinya. Kemudian para sahabat melafalkannya kembali di hadapan Rasulullah SAW yang menyimak dengan telinganya. Dalam pada itu, Nabi SAW akan membenarkan dan memperbaikinya.[9]
 
Penjagaan Al-Quran baik secara lisan atau tulisan telah terjadi dari masa dulu hingga sekarang. Wahyu ditulis oleh tim yang ditunjuk oleh Rasulullah pada saat bersamaan dihafalkan oleh para Qurra, kemudian pada masa khalifah Abu Bakar apa yang ditulis oleh tim tersebut disalin kedalam lembaran-­lembaran dengan dibantu hafalan para Qurra, dan pada masa khalifah Usman lembaran-lembaran tersebut disalin dalam bentuk mushaf (berbentuk seperti buku) dan menjadi standar satu-satunya. Dan mushaf standar inilah yang sampai kepada kita hari ini. Meskipun demikian dengan banyaknya para penghafal Al-Quran yang selalu ada pada setiap generasi, menjadi salah satu upaya penjagaan Al-Quran. Sehingga dengan banyaknya faktor yang mendukung dalam penjagaan Al-Quran, maka Al-Quran sebagai kalamullah akan senantiasa terjaga dengan baik.
 

Daftar Pustaka

Al-Shaleh, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran. Beirut : Dar al-‘Ilm li al-Malayin. 1977.
Al-Suyuthi, Jalaluddin .Al-Itqan. Beirut : Dar Al-Fikr. Jilid I. 1979.
Al-Zarkasy, Ibn Abdillah. Al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran. Kairo : Isa al-Babi al-Halabi wa Syirkah. Jilid I. 1972.
Al-Zarqany, Muhammad Abd al-’Azim.  Manahilul Irfan. Beirut : Dar al-Fikr. 1988.

Fote Note
[1] Al-Shaleh, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran. (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1977), hal. 82.
[2] Al-Shaleh, Mabahits fi ‘Ulum al-Quran,  hal. 91.
[3] Jalaluddin Al-Suyuthi, .Al-Itqan, (Beirut: Dar Al-Fikr, Jilid I, 1979), hal. 48-49.
[4] Jalaluddin Al-Suyuthi, .Al-Itqan, hal. 57.
[5] Ibid.,  hal. 61.
[6] Ibid., hal. 94.
[7] Ibn Abdillah Al-Zarkasy, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Quran. (Kairo : Isa al-Babi al-Halabi wa Syirkah, Jilid I. 1972), hal. 52.
[8] Muhammad Abd al-’Azim Al-Zarqany.  Manahilul Irfan. (Beirut : Dar al-Fikr. 1988),hal. 98.
[9] Muhammad Abd al-’Azim Al-Zarqany.  Manahilul Irfan, hal. 73.

Demikian sedikit ulasan tentang Penjagaan al-Quran, Lisan dan Tulisan semoga bermanfaat, jangan lupa komen, like and share. Terimakasih atas kunjungannya dan bagi sahabat blog ARWAVE yang menginginkan materi terkait dengan pembahasan artikel saat ini atau yang lain silahkan tulis di kotak komentar. 

Artikel Arwave Blog Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Coment ya sooob...!

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz