Artikel Education, General And Islamic

Berbagi Fatwa Ulama Tentang Hukum Riba

Artikel terkait : Berbagi Fatwa Ulama Tentang Hukum Riba

Fatwa Ulama Tentang Hukum Riba - Berbagai fatwa telah dikeluarkan baik oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah, majlis bahsul masail Nahdatul Ulama, dan MUI Pusat tentang hukum riba dalam persepektif yang berbeda namun tidak terlepas dari al-Quran dan Hadits.

Menurut Majlis Tarjih Muhammadiyah

Muhammadiyah membahas status hukum bunga dalam tiga konteks; perbankan konvensional, tambahan biaya administrasi koperasi simpan pinjam, dan asuransi. Konteks pertama dibicarakan dalam Muktamar Muhamadiyah tahun 1968 di Sidoarjo oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah, konteks kedua dan ketiga dibicarakan pada muktamar majlis tarjih muhammadiyah di Malang tanggal 11-16 Pebruari 1989/6-10 Rajab 1409.

Hukum Riba
Image From Rumaysho.Com

Menurut keputusan Muktamar di Sidoarjo, status hukum bunga yang ada dalam bank konvensional dan yang ada dalam koprasi simpan pinjam serta asuransi berbeda; dalam bank konvensional hukumnya mustashabihat, sedangkan dalam koprasi dan simpan pinjam hukumnya mubah.

Keputusan lengakap muktamar di sidoarjo sebagai berikut:
  1. Riba hukumnya haram dengan nash-nash al-Quran dan al-Sunnah
  2. Bank dengan system riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal
  3. Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik Negara kepada nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku termasuk perkara mutashabihat
  4. Menyarankan kepada pengurus Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.[1]

Menurut majlis bahsul masail Nahdatul Ulama

Muktamar NU ke-2 tanggal 9 Oktober 1927 di Surabaya menganalogikan lembaga bank dengan lembaga gadai dengan titik tekan pada aspek pemanfaatan barang gadai. Menurut NU, ulama fiqh terbagi menjadi tiga di dalam menetapkan hukum manfaat barang gadai, sebagai berikut:
  1. Haram karena termasuk utang yang diambil manfaatnya (rente )
  2. Halal karena tidak disyaratkan pada waktu akad
  3. Shubhat (samar) karena fuqaha berbeda pendapat

Bahthu al-masail akhirnya menetapkan bahwa hukum bank dan bunganya adalah haram dengan alasan kehati-hatian (ihtiat ).

Muktamar NU ke-12 tanggal 25 Maret 1937 di Malang membahas penyimpanan uang di bank. Muktamar menetapkan, menympan uang di bank sebagai investasi yang berbunga danb diyakini bahwa uangnya tidak dipergunakan untuk sesuatu yang dilarang agama hukumnya makruh. Adapaun hukum bank dan bunganya masih mengacu kepada hasil muktamar tahun 1927.

Muktamar NU ke-14 di Magelang tanggal 1 Juli 1939 menyatakan bunga bank sebagai bagian dari kontrak adat yang melibatkan koperasi, oleh karenanya, muktamar mempertanyakan hukum meminjam uang dari koperasi. Muktamar tidak menetapkan hukum secara jelas, tetapi mengindikasikan bahwa pendapat itu berbeda-beda. Yang dapat dilihat dari ketetapan muktamar sebagai berikut:
  1. Ulama sepakat hukumnya haram apabila pinjaman dari koperasi dijanjikan adanya bunga
  2. Ulama sepakat hukumnya boleh apabila tidak ada perjanjian, baik lisan maupun tulisan
  3. Kalau tidak ada perjanjian tetapi bunga sudah menjadi adat kebiasaan maka status hukumnya difahami oleh para ulama berbeda, sebagian ulama mengatakan haram dan sebagian lainnya mengatakan boleh (mubahah)

Dari keragaman pemikiran keagamaan di kalangan NU tentang hukum bunga bank dapat dikatagorikan sebagai salah satu yang melatarbelakangi lahirnya Bank Syariah dan ditetapkannya peraturan perbankan syariah di Indonesia. [2]

Menurut Fatwa MUI

Keputusan MUI menetapkan bahwa bunga bank termasuk riba nasi’t  yang hukumnya haram. Keputusan ini ditetapkan tanggal 16 Desember 2003/22 Syawal 1424 di Jakarta dalam siding Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia. Peserta sidang dihadiri oleh perwakilan komisi dari tingkat pusat hingga wilayah. Trem yang digunakan bukan fatwa MUI, tetapi “keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia”.

Putusan mengenai bunga bank terdiri dari empat macam, sebagai berikut:
  1. Pengetian bunga dan riba, bunga adalah tambahan yang dikenakan untuk transaksi punjaman uang yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan manfaat/hasil pokok tersebut. Riba nasi’at adalah tambahan tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan pembayaran yang dijanjikan sebelumnya.
  2. Hukum bunga. Hukum bunga adalah haram, karena praktik pembungaan uang tidak tebatas dalam segala bentuk transaksi dan zaman.
  3. Dalam hubungannya dengan lembaga keuangan yang menganut system bunga, keputusan menetapkan dua criteria; Pertama, hukum bermuamalah dengan bank konvensional diperbolehkan bagi yang belum ada lembaga keuangan syariah; kedua, hukum bermuamalah dengan bank konvensional haram bagi yang sudah ada lembaga keuangan syariah
  4. Ketetapan bunga bank termasuk riba nasi’at dan hukumnya haram didasarka atas beberapa pendapat perorangan dan keputusan institusi keagamaan, baik nasional maupun international.[3]

Fote Note
[1] Atang Abdul Hakim, Fiqih Perbankan Syariah: Tranformasi Fiqih Muamalah ke Dalam Peraturan Perundang-undangan (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011), 75.
[2] Ibid, 79-81.
[3] Ibid, 81-82.

Demikian sedikit ulasan tentang Berbagi Fatwa Ulama Tentang Riba semoga bermanfaat, jangan lupa komen, like and share. Terimakasih atas kunjungannya dan bagi sahabat blog ARWAVE yang menginginkan materi terkait dengan pembahasan artikel saat ini atau yang lain silahkan tulis di kotak komentar. 

Artikel Arwave Blog Lainnya :

1 komentar:

Jangan lupa Coment ya sooob...!

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz