Definisi Masalah Sosial
Masalah
sosial adalah suatu ketidak sesuaian
antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial. Jika terjadi benterokan antara unsur-unsur yang ada dapat
menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok
atau masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu
ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masayarakat, yang
membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara
unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti
kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau sosial. Menurut Soerjono Soekanto
masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara
lain
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2.
Faktor Budaya :
Perceraian, kenakalan remaja, dll
3.
Faktor Biologis :
Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4.
Faktor Psikologis :
penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
Masalah
sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam
masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial
yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam
masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti
tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan
lain sebagainya.
Tawuran merupakan masalah
sosial yang ada di masyarakat baik itu diperkotaan atau di pedesaan sekalipun. Banyak sekali kerugian yang diakibatkan
dari tawuran tersebut seperti banyak terjadi kerusakan, rasa tidak aman,
kematian dan sebagainya. Namun tetap saja banyak pelaku tawuran yang seakan
tidak peduli bahkan merasa bahwa tawuran merupakan jalan keluar untuk mengatasi
setiap masalah. Tawuran juga bisa dikatakan sebagai ketidakmampuan seseorang
dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial.
Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955)
memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja
mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka
membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial,
mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang
sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya.