Artikel Education, General And Islamic

Peranan Guru Melatih Ketrampilan Sosial Siswa

Artikel terkait : Peranan Guru Melatih Ketrampilan Sosial Siswa

Melatih Ketrampilan Sosial Siswa - Peranan guru sangat komplek dan mencakup berbagai hal baik kecerdasan emosional, kemandirian, membangun motivasi belajar dan lain-lain, di sini saya akan mengulas tentang bagaimana seorang guru melatih keterampilan sosial siswa mulai dari penyebab prilaku dan solusi yang dapat dilakukan guru untuk diterapkan kepada anak didiknya.

Image From vitaminanaksehat.wordpress.com

Penyebab Perilaku Asosial Siswa
Perilaku asosial siswa terjadi di semua kelas, misalnya siswa suka minta uang jajan kepada temannya secara paksa, pekelahian antar teman, serta adanya pengabaikan tata krama sosial seperti menerima buku dari gurunya dengan tangan kanan. Perilaku asosial ini juga ditunjukkan dengan munculnya antagonisme anak laki-laki terhdap anak perempuan, misalnya dengan mengejek, berteriak-teriak, dan membuka jilbab teman perempuan. Selain dapat merusak hubungan sosial antar sesama siswa, perilaku asosial tersebut juga membuat siswa yang bersangkutan terkucil dari teman-temannya.

Munculnya perilaku sosial di atas sebenarnya tidak lepas dari perkembangan sosial yang terjadi pada diri anak. Menurut Elizabeth B. Hurlock, bahwa seiring dengan pertambahan usia, anak semakin tertarik bergaul dengan teman sebayanya dan meninggalkan teman pergaulan dengan orang dewasa. Mereka juga lebih mempercayai norma-norma sosial yang dipegang kelompoknya daripada norma-norma yang mereka terima dari orang dewasa. Akibatnya, ketika terjadi perbenturan antar norma kelompok dengan norma sosial, mereka lebih menerima kelompoknya.  [1]  

Lebih jauh menuruit Elizabeth B. Hurlock, ketika mulai sekolah anak memasuki  “usia geng”, yaitu usia yang pada saat itu kesadaran sosial anak berkembang dengan pesat. Mereka belajar membentuk atau menjadi anggota kelompok teman sebaya yang secara bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilaku.  [2]

Gang merupakan usaha anak untuk menciptakan miniatur masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhan mereka. Gang pada umumnya terdiri atas anak-anak yang mempunyai minat bermain yang sama, dan tujuan utamanya adalah untuk bersenang-senang, yang kadangkala menjurus pada kenakalan, seperti mengganggu dan lain sebagainya.

Pada saat yang sama, sejak usia 6 atau 7 tahun, anak laki-laki dan anak perempuan mulai merasa senang apabila berada didalam kelompok yang sama jenis kelompoknya. Apalagi orang tua atau anggota keluarga lainnya juga menekan anak untuk menghindari pergaulan dengan lawan jenisnya, karena hal tersebut dipandang akan mengucilkan anak dari pergaulan sosialnya.

Dari sinilah sebenarnya bermula perilaku antagonisme siswa terhadap lawan jenisnya. Anak lelaki cenderung memandang rendah anak perempuan, sehingga mereka menghindari aktivitas yang dianggap sebagai aktivits perempuan. Apabila perekembangan ini diikuti dengan perlakuan yang diskriminatif dari guru, maka antagonisme tersebut akan menjurus pada tindakan-tindakan asosial lainnya, seprti mengejek, menjahili, dan menyakiti lawan jenisnya.

Cara Melatih Ketrampilan Sosial Siswa
Dalam menghadapi perilaku asosial siswa, guru telah melakukan langkah-langkah yang dapat mengantisipasi atau menghentikan perilku tersebut, seperti mengubah komposisi tempat duduk siswa setiap satu minggu sekali, menasehati siswa tentang artinya persahabatan, memberithu tata krama sosial yang harus diperhatikan siswa, dan menangani kasus-kasus sosial yang terjadi antar sesama siswa. 

Cara yang demikian diperkuat dengan adanya tindakan guru yang mencoba melatih siswa untuk berkompetisi secara berkelompok, yakni dengan sistem belajar kelompok di dalam kelas, sehingga memungkinkan mereka untuk berinteraksi satu sama lain. Cara ini juga sekaligus mengurangi potensi terjadinya antagonisme tehadap lawan jenis, sehingga anggapan anak laki-laki yang yang semula memandang anak perempuan sebagai saingan (rival), berubah menjadi partner dalam bekerja.

Begitu pula dalam memelihara hubungan sosial dan melatih tata krama sosial siswa, guru telah memberikan nasihat tentang etika-etika pergaulan kepada kepada siswa dan melakukn koreksi ulang terhadap pelanggaran tata krama sosial yang dilakukan siswa, seperti membuang sampah sembarangan, menguap di depan umum, dan menerima barang dengan tangan kiri. Sayangnya, dalam menasihati guru tidak memfokuskan petunjuknya pada perilaku siswa secara spesifik . Akibatnya nasihat tersebut sulit dipahami dan dipraktekan siswa. 

Lain halnya dengan ketika guru melatih tata krama sosial siswa, guru dapat memanfaatkan momentum pada saat guru menjumpai siswa yang datang terlambat dan masuk ke dalam kelas tanpa mengucapkan salam, di sini guru dapat mengoreksi ulang perilaku siswa yang bersangkutan dengan menyuruhnya keluar dari kelas dan mengulangi rangkaian tata krama yang harus dilakukannya, seperti mengetuk pintu sebelum masuk kelas, mengucapkan salam, dan memohon izin kepada guru perihal keterlambatannya.

Disamping itu, sebenarnya ada hal lain yang lebih penting diperhatikan guru daripada memberikan nasihat, yaitu melatih ketrampilan berkomunikasi siswa. Dengan hal tersebut disela-sela proses belajar-mengajar, waktu guru tidak tersita hanya untuk berceramah atau menangani kasus-kasus sosial siswa.

Fote Note

  1. Elizabeth B. Hurlock, Op. Cit, hlm. 261
  2. Ibid, hlm. 264

Demikian sekilas ulasan artikel tentang Peranan Guru Melatih Ketrampilan Sosial Siswa semoga bermanfaat, jangan lupa komen, like and share. Terimakasih atas kunjungannya nantikan artikel-artikel selanjutya.

Artikel Arwave Blog Lainnya :

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa Coment ya sooob...!

Copyright © 2015 Arwave Blog | Design by Bamz